Senin, 29 September 2014

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA POLITIK DAN IDEOLOGI NEGARA

BAB II
PEMBAHASAN

A.  PENGERTIAN ETIKA POLITIK
1. Pengertian Etika                              
Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar dilihat dari sudut baik buruknya. Etika membicarakan seluruh kepribadian baik hati nurani, ucapan dan perbuatan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.
Sebagai cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia, etika memberikan standar atau penilaian terhadap tingkah laku manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, etika dapat diklasifikasikan kedalam empat golongan, yaitu:
a.       Etika deskriptif ialah etika yang hanya menerangkan apa adanya tanpa memberikan penilaian.
b.      Etika normative ialah etika yang mengemukakan suatu penilaian mana yang baik dan mana yang buruk, dan apa yang sebagainya dilakukan oleh seseorang.
c.       Etika individual ialah etika yang objeknya tingkah laku manusia sebagai makhluk individu. Misalnya berkaitan dengan tujuan hidup manusia.
d.      Etika social ialah etika yang membicarakan tingkah laku dan perbuatan manusia dengan hubungannya dengan orang lain. Misalnnya dalam keluarga, masyarakat, Negara dan sebagainya.
Kempat klasifikasi tersebut, menegaskan bahwa etika berkaitan dengan masalah nilai. Hal ini dikarenakan etika pada hakekatnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai yaitu susila dan asusila, baik dan buruk.


2. Pengertian Politik
Pengertian politik berasal dari kosakata politics, yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu. Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara ( state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan (policy), pembagian (distribution), serta alokasi (allocation).
Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik lebih banyak berkaitan dengan para pelaksana pemerintahan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik serta para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara. Pengertian politik yang lebih luas, yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara.
3. Pengertian Nilai, moral dan norma
   Nila, moral, dan norma merupakan konsep yang saling berkaitan. Ketiga konsep ini saling terkait dalam memahami pancasila sebagai etika politik.
a.    Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin, dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia.
Disamping teori nilai diatas, Prov. Notonegoro membagi nilai dalam tiga kategori, yaitu:
1)   Nilai Material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.
2)      Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktifitas.
3)      Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dirinci menjai empat macam, yaitu:
a)    nilai kebenaran, yaitu bersumber kepada unsur rasio manusia, budi, dan cipta.
b)   Nilai keindahan, yaitu bersumber pada unsur rasa atau intuisi.
c)    Nilai moral, yaitu bersumber pada unsur kehendak anusia atau kemauan.
d)   Nilai religi, yaitu bersumber pada nilai ketuhanan, merupakan nilai kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada  keyakinan dan keimanan manusia terhadap tuhan.
b.    Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) = Kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia.
c.    Norma
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalm kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya merupakan perwujudan marabat manusia sebagai mahluk budaya, sosial, moral, dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk di patuhi. Oleh karena itu, norma dalam perwunudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi,  yang dikenal dengan sanksi, misalnya:
1)      Norma agama, dengan sanksinya dari tuhan.
2)      Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri.
3)      Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat.
4)      Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau denda yang dipaksakan oleh Alat negara.

4. Pengertian Etika Politik
Etika, atau filsafat moral mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etika politik yang demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan mana yang jelek. Apabila suatu politik sudah mengarah pada kepentingan umum atau negara, itu etika politik yang baik, sedangkan apabila suatu politik sudah mengarah pada kepentingan pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik yang buruk. Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoretis, untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi,tidak berdasarkan emosi, prasangka, dan apriori, melainkan secara rasional, objektif, dan argumentatif.
Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah ideologis dapata dijalankan secara objektif. Etika politik dapat memberikan patokan orientasi dan pegangan normatif bagi mereka yang memang mau menilai kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan tolak ukur matabat manusia atau mempertanyakan legitimasi moral sebagai keputusan politik. Suatu keputusan bersifat politis apabila diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Etika politik bangsa Indonesia dibangun melalui karakteristik masyarakat yang berdasarkan Pancasila sehingga amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur dalam aturan secara legal formal. Karena itu,  etika politik lebih bersifat konvensi dan berupa aturan-aturan moral. Akibat luasnya cakupan etika politik itulah maka seringkali keberadaannya bersifat sangat longgar, dan mudah diabaikan tanpa rasa malu dan bersalah. Ditunjang dengan alam kompetisi untuk meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis (uang) yang begitu kuat, rasa malu dan merasa bersalah bisa dengan mudah diabaikan. Akibatnya, pudarnya nilai-nilai etis yang sudah ada dan tidak berkembangnya nilai-nilai tersebut sesuai dengan moralitas publik.
Prinsi-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu negara adalah adanya cita-cita the rue of law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan hak-hak asasi manusia menurut kekhasan paham kemanusiaan dan struktur sosial budaya masyarakat masing-masing dan keadilan sosial.
Tanpa disadari, nilai etis politik bangsa Indonesia cenderung mengarah pada kompetisi yang mengabaikan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik setara dengan sejumlah uang. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si pejabat. Itulah mengapa para pengkritik dan budayawan secara prihatin menyatakan arah etika dalam bidang politik (dan bidang lainnya) sedang berlarian tunggang-langgang (meminjam Giddens, “run away”) menuju ke arah “jual-beli menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang.
Namun demikian, perlu dibedakan antara etika politik dengan moralitas politisi. Moralitas politisi menyangkut mutu moral negarawan dan politisi secara pribadi (dan memang sangat diandaikan), misalnya apakah ia korup atau tidak (di sini tidak dibahas).

B. Nilai-nilai Pancasila sebagai Sistem Etika Politik
Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, bahwa pancasila merupakan dasar etika politik bagi bangsa Indonesia. Hal ini mengandung pengertian, nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila.    Pancasila menjadi sumber etika politik yang harus selalu mewarnai dan diamalkan dalam kehidupan politik bangsa indonesia  baik oleh rakyat ataupun penguasa. Oleh karena itu dapat dikatakan kehidupan politik meliputi berbagai aktifitas politik dinilai etis, jika selalu berpijak kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan serta selalu ditujukan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum  yang berlaku dan dilaksanakan berdasarkan prinsip–prinsip moral (legitimasi moral). Jadi pancasila merupakan tolok ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan penegakan hukum.
1.        Ketuhanan yang maha esa
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal, tidak ada sekutu dalam zat-Nya, sifat- Nya dan perbuatan-Nya. Atas keyakinan demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, negara memberikan jaminan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya untuk beribadat dan beragama. Bagi semua warga tanpa kecuali tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti keagamaan. Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi : “ negara berdasar atas ketuhanan yang maha esa” dan “ negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamnya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”.
Pernyataan tersebut secara normatif merupakan artikulasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, harus diingat, pernyataan tersebut bukan sebuah penegasan bahwa Indonesia adalah negara Teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara berdasarkan legitimasi religius, dimana kekuasaan kepala negara bersifat absolut atau mutlak. Dengan demikian sila pertama merupakan legitimasi moral religius bagi bangsa Indonesia.
2.        Kemanusiaan yang adil dan beradab
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dan memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab kata pokoknya adalah adab, sinonim dengan sopan, berbudi luhur dan susila. Beradab artinya berbudi luhur, berkesopanan, dan bersusila. Hakikatnya terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan …”. Selanjutnya dijabarkan dalam batang tubuh UUD 1945.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mempunyai keterkaitan sangat erat dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua sila tersebut memberikan legitimasi moral religius (sila Ketuhanan Yang Maha Esa) dan legitimas moral kemanusiaan (sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab) dalam kehidupan dan proses penyelenggaraan negara, sehingga Indonesia terjerumus kedalam negara kekuasaan (machtsstaats).
3.        Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang berabeka ragam menjadi satu kebulatan. Sila Persatuan Indonesia memberikan suatu penegasan bahwa negara Indonesia merupakan suatu kesatuan dalam hal Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Proses penyelenggaraan negara harus selalu didasari oleh asas persatuan, dimana setiap kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa tidak ditujukan untuk memecah belah bangsa, tetapi untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …”. Selanjutnya lihat batang tubuh UUD 1945.
Persatuan Indonesia merupakan perwujudan paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Oleh karena itu paham kebangsaan Indonesia bukanlah paham kebangsaan yang sempit (chauvinistis), tetapi paham kebangsaan yang selalu menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan,suku bangsa serta keturunan.

4.        Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan juga merupakan sumber etika politik bagi bangsa Indonesia. Sila ini menegaskan bahwa negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan diarahkan senantiasa untuk rakyat. Sila ini bermaksud bahwa Indonesia menganut system demokrasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut dalam pengambilan keputusan-keputusan. Sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu, “… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat …”. Selanjutnya lihat dalam pokok pasal-pasal UUD 1945.
Dengan demikian, aktivitas politik praktis yang menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta konsep pengambilan keputusan, pengawasan dan partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat.
5.        Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia
Keadilan social berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang kehidupan, baik materil maupun spiritual. Seluruh rakyat berarti semua warga Negara Indonesia baik yang tinggal didalam negeri maupun yang di luar negeri. Hakikat keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dinyatakan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945, yaitu “Dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia … Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
Indonesia merupakan negara hukum yang selalu menjunjung tinggi aspek keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan tujuan dalm kehidupan negara, yang menunjukkan setiap warga negara Indonesia mendapatkan perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Oleh karena itu, untuk mencapai aspek keadilan tersebut, kehidupan dan penyelenggaraan negara harus senantiasa berdasarkan hukum yang berlaku. Penyelenggaraan terhadap prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan negara, yang bisa mengakibatkan hancurnya tatanan hidup kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa. Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila harus dijadikan patokan bagi setiap penyelenggara negara dan rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga pada akhirnya akan terbentu suatu pemerintahan yang etis serta rakyat yang bermoral pula.

C.  PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
1.    Pengertian Ideologi
       Ideologi adalah seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup. Ideologi terbagi dua yaitu ideologi secara fungsional dan ideologi secara struktural. Ideologi secara fungsional adalah seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik.
       Ideologi secara fungsional terbagi menjadi dua yaitu ideologi yang doktoriner dan ideologi yang pragmatis. Ideologi doktoriner yaitu ajaran-ajaran yang terkandung di dalam ideologi yang dirumuskan secara sistematis dan pelaksananya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintahan, contohnya adalah komunisme. Sedangkan ideologi pragmatis yaitu ajaran-ajaran yang terkandung di dalam ideologi tersebut tidak  dirumuskan secara sistematis dan terinci.
       Ideologi itu disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama, dan sistem politik. Jadi, ideologi adalah kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia.

2.    Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Kita mengenal istilah berbagai ideologi, seperti ideologi negara, ideologi bangsa, dan ideologi nasional. Ideologi negara khusus dikaitkan dengan pengaturan penyelenggaraan  pemerintahan negara. Sedangkan ideologi nasional mencakup ideologi negara dan ideologi yang berhubungan dengan pandangan hidup bangsa. Bagi bangsa Indonesia, ideologi nasionalnya tercermin dan tekandung dalam pembukaan UUD 1945.
Dalam alenia pertama pembukaan UUD 1945, terkandung motivasi, dasar, dan pembenaran perjuangan (kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan). Alenia kedua mengandung cita-cita bangsa Indonesia (Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur). Alenia ketiga memuat petunjuk atau tekad pelaksanaanya (menyatakan kemerdekaan atas berkat rahmat allah yang maha kuasa ). Alenia keempat memuat tugas negara atau tujuan nasional, penyusunan undang-undang dasar, bentuk susunan negara yang berkedaulatan rakyat dan dasar negara pancasila.
Pancasila sebagai ideologi ialah perumusan suatu pola pikir berupa sistem dari pada ide (cita-cita atau angan atau paham), kepercayaan dan sikap yang menjadi dasar suatu masyarakat atau bangsa tertentu dalam menginterprestasikan hidup. Suatu sistem tata nilai yang tumbuh dari pandangan hidup  suatu masyarakat atau bangsa berkaitan dengan filsafat hidup bagi suatu bangsa yang berkaitan dengan falsafah hidup pada suatu bangsa yang menyangkut sistem nilai yang dalam kehidupan sehari-hari tampil dalam bentuk norma-norma dasar. Dalam pancasila tercantum berbagai gagasan dasar dan tatanan yang kita anggap baik dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ini berarti bahwa dasar-dasar Pancasila sudah mulai kita letakan lebih teratur dan kuat dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan politik ini berarti pula mengharuskan kita semua untuk mengamalkan pancasila.
Ideologi yang bersumber dari suatu pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa merupakan suatu ideologi yang baik atau sempurna, jika tumbuh melaui kurun waktu yang panjang.  Ideologi yang baik itu ideologi yang terbuka bagi pandangan filsafat. Jadi pancasila itu tidak hanya sebagai pandangan hidup dan ideologi bangsa, melainkan sebagai filsafat bangsa. Jelaslah bahwa pacasila itu berhubungan antara sumber dengan pertumbuhan dalam filsafat dan ideologi negara.

D.  Makna Ideologi bagi Negara
Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, yaitu cara berfikir dan cara kerja perjuangan. Sebagai dasar negara, pancasila perlu dipahami dengan latar belakang konstitusi proklamasi atau hukum dasar kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, yaitu pembukaan, batang tubuh, serta penjelasan UUD 1945. Pancasila bersifat integralistik yaitu paham tentang hakikat negara yang dilandasi dengan konsep kehidupan bernegara. Untuk memahami konsep pancasila yang bersifat integralistik, terlebih dahulu kita harus melihat beberapa teori yaitu:
1.      Teori perseorangan (individualistik)
Menurut teori ini negara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak antara seluruh orang dalam masyarakat itu (social contrac). Hal ini mempunyai pengertian, bahwa negara dipandang sebagai organisasi persatuan pergaulan hidup manusia yang tertinggi.  Manusia sebagai individu bebas dan merdeka tidak ada yang di bawah orang lain, semua dalam kedudukan dan taraf yang sama.
2.      Teori golongan ( class theory)
Negara dipergunakan sebagai alat untuk mereka yang kuat untuk menindas golongan ekonomi yang lemah, yang dimaksud golongan ekonomi yang kuat adalah mereka yang memiliki alat-alat produksi. Negara akan lenyap dengan sendirinya apabila dalam masyarakat tidak ada lagi perbedaan kelas dipertentangan ekonomi.
3.      Teori kebersamaan (integralistik)
Dari segi integritas antara pemerintah dan rakyat, negara memiliki penghidupan dan kesejahteraan bangsa seluruhnya, negara menyatu dengan rakyat dan tidak memihak pada salah satu golongan dan tidak pula menganggap kepentingan pribadi yang lebih diutamakan, melainkan kepentingan dan keselamatan bangsa serta negara sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.  Teori ini mengemukakan bahwa negara adalah suatu susunan masyarakat yang integral diantara semua golongan dan semua bagian anggota masyarakat. Persatuan masyarakat itu merupakan persatuan masyarakat yang organis. Pancasila itu bersifat integralistik karena:
a.       Mengandung semangat kekeluargaan dan kebersamaan.
b.      Adanya semangat kerjasma atau gotong royong.
c.       Memelihara kesatuan dan persatuan, dan
d.       Mengutamakan musyawarah untuk mufakat.



















BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Kehidupan politik rakyat indonesia selalu didasari oleh nilai-nilai Pancasila. Pancasila merupakan landasan dan tujuan kehidupan politik bangsa kita. Berkaitan dengan hal tersebut , proses pembangunan politik yang sedang berlangsung dinegara kita sekarang ini harus diarahkan pada proses implementasi sistem politik demokrasi pancasila yang handal, yaitu sistem politik yang tidak hanya kuat tetapi juga memilki kualitas kemandirian yang tinggi yang memungkinkannya untuk membangun atau menggembangkan dirinya secara terus menerus sesuai dengan tuntutan aspirasi masyarakatnya  dan perubahan zaman. Dengan demikian, sistem politik demokrasi pancasila akan terus berkembang  bersamaan dengan perkembangan jati dirinya, sehingga senantiasa mempertahankan, memelihara dan memperkuat relevansinya dalam kehidupan politik. Nilai-nilainya bukan saja dihayati dan dibudayakan, tetapi diamalkan dalam kehidupan politik bangsa dan negara kita yang terus berkembang. Oleh karena itu, secara langsung pancasila telah dijadikan etika politik seluruh komponen bangsa dan negara indonesia.

B.  Saran
Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesinambungan usaha pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti dan mentaati peraturan yang ditetapkan karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh kondisi pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan rakyat sebagai bagian terpenting dari terbentuknya suatu negara. Sehingga dapat dikatakan sebagai sistem etika politik serta  ideologi suatu negara bisa berjalan dengan semaksimal mungkin.


DAFTAR PUSTAKA

Alhaj, S. dan Patria U.S. 1999. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Universitas Terbuka.
Komalasari, Koko. 2002. Pendidikan Pancasila. Surabaya: Lentera Cendekia.
Setia, E .2005. Panduan Kuliah Pendidikan Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

                          

Rule Of Law

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Rule Of Law
Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan itulah yang sering diistilahkan dengan Rule of Law. Berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of Law adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal. Setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara mendasarkan pada Rule of Law. Dalam hubungan ini Pengertian Rule of Law berdasarkan substansi atau isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara.
Negara hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechsstaat atau Rule Of Law. Rechsstaat atau Rule Of Law itu sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan yuridis dari gagasan konstitusionalisme. Oleh karena itu, konstitusi dan negara hukum merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan
Sebagai Negara hukum, Indonesia perlu memperjelas upaya-upaya peminjaman hak-hak warga negaranya melalui system yang tertata rapi. Sistem penegak hukum perlu dibuat agar kekuatan hukum bukan berada pada orang tapi pada institusi. Upaya penerapan penegakan hukum di Indonesia perlu dibenahi sehingga dapat menjangkau seluruh kalangan, tanpa pandangan bulu.
Secara historis, penegakan hukum atau rule of law merupakan suatu doktrin dalam hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahirannya Negara yang berdasarkan hukum ( konstitusi ) dan demokrasi.kehadiran rule of law boleh disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap Negara absolute (kekuasaan di tangan penguasa) yang telah berkembang sebelumnya.
Friedman ( 1959 ) membedakan rule of law menjadi dua yaitu :
Pertama, pengertian seacra formal ( in the formal sence ) dan pengertian secara hakiki/materil ( ideology sence ). Secara formal rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power ), hal ini dapat diartikan bahwa setiap negara mempunyai aparat penegak hukum. Sedangkan secara hakiki, rule of law terkait dengan penegak hukum yang menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk ( Just and unjust law ). Rule of law merupakan suatu legalisme yang mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui perbuatan system peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
Sedangkan menurut Albert Venn Dicey dalam bukunya “Introduction to the Law of the Conctitution” memperkenalkan istilah Rule of Law secara sederhana. Rule of Law diartikan sebagai suatu keteraturan hukum. Menurut Dicey, terdapat tiga unsur yang fundamental dalam Rule of Law yaitu :
1.  Supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan yang sewenag-wenang dalam arti seseorang hanya boleh dihukum jika memang melanggar hukum.
2.  Kedudukan yang sama di muka hukum, hal ini berlaku baik bagi masyarakat biasa maupun pejabat negara.
3.  Terjamin hak-hak asasi manusianya oleh UU serta Keputusan-Keputusan UU.







B.        Prinsip-Prinsip Rule Of Law

Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa jikalau dalam hubungan dengan negara hanya berdasarkan prinsip tersebut, maka negara terbatas dalam pengertian negara hukum formal, yaitu negara tidak bersifat proaktif melainkan pasif. Sikap negara yang demikian ini dikarenakan negara hanya menjalankan dan taat pada apa yang termaktub dalam konstitusi semata. Dengan kata lain negara tidak hanya sebagai “penjaga malam” (nachtwachterstaat). Dalam pengertian seperti ini seakan-akan negara tidak berurusan dengan kesejahteraan rakyat. Setelah pertengahan abad ke-20 mulai bergeser, bahawa negara harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu negara tidak hanya sebagai “penjaga malam” saja, melainkan harus aktif melaksanakan upaya-upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan cara mengatur kehidupan sosial ekonomi.
      Gagasan baru inilah yang kemudian dikenal dengan welvaartstaat, verzorgingsstaat, welfare state, social service state, atau “negara hukum materal”. Perkembangan baru inilah yang kemudian menjadi raison d’etre untuk melakukan revisi atau bahkan melengkapi pemikiran Dicey tentang negara hukum formal.
      Dalam hubungan negara hukum ini organisasi pakar hukum Internasional, International Comission of Jurists (ICJ), secara intens melakukan kajian terhadap konsep negara hukum dan unsur-unsur esensial yang terkandung di dalamnya. Dalam beberapa kali pertemuan ICJ di berbagai negara seperti di Athena (1995), di New Delhi (1956),di Amerika Serikat (1957), di Rio de Jainero (1962), dan Bangkok (1965), dihasilkan paradigma baru tentang negara hukum. Dalam hubungan ini kelihatan ada semangat bersama bahwa konsep negara hukum adalah sangat penting, yang menurut Wade disebut sebagai rule of law is a phenomenon of free society and the mark of it. ICJ dalam kapasitasnya sebagai forum intelektual, juga menyadari bahwa yang terpenting lagi adalah bagaiman konsep rule of law dapat diimplementasikan sesuai perkembangan kehidupan dalam masyarakat.
      Secara praktis, pertemuan ICJ di Bangkok tahun 1965 semakin menguatkan posisi rule of law dalam kehidupan bernegara. Selain itu, melalui pertemuan tersebut telah digariskan bahwa di samping hak-hak politik bagi rakyat harus diakui pula adanya hak-hak sosial-ekonomi, sehingga perlu dibentuk standar-standar sosial ekonomi. Komisi ini merumuskan syarat-syarat pemerintahan yang demokratis dibawah rule of law yang dinamis, yaitu: (1) perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individual, konstitusi harus pula menentukan teknis prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin; (2) lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak; (3) pemilihan umum yang bebas; (4) kebebasan menyatakan pendapat; (5) kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi; dan (6) pendidikan kewarganegaraan (Azhary, 1995: 59).
      Gambaran ini mengukuhkan negara hukum sebagai walfare state, karena sebenarnya mustahil mewujudkan cita-cita rule of law sementara posisi dan peran negara sangat minimal dan lemah. Atas dasar inilah kemudian negara diberi kekuasaan dan kemerdekaan bertindak atas dasar inisiatif parlemen. Negara dalam hal ini pemerintah memiliki fries ermessen atau poivoir discretionnare, yaitu kemerdekaan yang dimiliki pemerintah untuk turut serta dalam kehidupan sosial ekonomi dan keleluasaan untuk tidak terlalu terikat pada produk legislasi parlemen. Dalam gagasan walfare state ternyata negara memiliki wewenang yang relatif lebih besar, ketimbang format negara yang hanya bersifat negara hukum formal saja. Selain itu dalam welfare state yang terpenting adalah negara semakin otonom untuk mengatur dan mengarhkan fungsi dan peran negara bagi kesejahteraan hidup masyarakat. Kecuali itu, sejalan dengan konsep negara hukum, baik rechtsstaat maupun rule of law, pada prinsipnya memiliki kesamaan fundamental serta saling mengisi. Dalam prinsip negara ini unsur penting pengakuan adanya pembatasan kekuasaan yang dilakukan secara konstitusional. Oleh karena itu, terlepas dari adanya pemikiran dan praktek konsep negara hukum yang berbeda, konsep negar hukum dan rule of law adalah suatu realitas dari cita-cita sebuah negara bangsa, termasuk negara Indonesia.
      Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu sebagai berikut :
a.       Negara Indonesia adalah Negara hukum (pasal 1 ayat 3)
b.      Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan peradilan (pasal 24 ayat 1)
c.       Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hokum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1)
d.      Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat sepuluh pasal antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1)
e.       Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
        (pasal 28 D ayat 2)
C.    Fungsi Rule Of Law
                  Fungsi Rule Of Law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap rasa keadilan bagi rakyat Indonesia dan juga keadilan social sehingga diatur pada pembukaan undang-undang dasar 1945, bersifat tetap dan intruksi bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule Of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial . prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi negara.
                 
D.    Dinamika Pelaksanaan Rule Of Law
Pelaksanaan Rule Of Law mengandung keinginan untuk terciptanya Negara hukum , yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan Rule Of Lawharus diartikan secara hakiki ( materil ) yaitu dalam arti pelaksanaan dari just law. Prinsip – prinsip Rule Of Lawsecara hakiki sangat erat kaitannya dengan “the enofercement of the rules of law “ dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip – prinsip rule of law.
Secara kuantatif, peraturan perundang – undangan yang terkait dengan Rule of Law telah banyak dihasilkan di Negara kita, namun implementtasi / penegakannya belum mencapai hasil yang optimal.sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan Rule of Law belum dirasakan sebagian masyarakat.
Dasar pijakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum sekarang ini tertuang dengan jelas pada pasal 1 ayat ( 3 ) UU 1945 Perubahan Ketiga, yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah Negara hukum “. Dimasukkanya ketentuan ini ke dalam pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat Negara, bahwa Negara Indonesia adalah dan harus merupakan Negara hukum.
Dasar lain yang dapat dijadikan landasan bahwa indoanesia adalah Negara hukum dalam arti materiil terdapat dalam pasal – pasal UUD 1945, sebagai berikut.
a. Pada Perekonomian Negara dan kesejahteraan sosial Pasal 33 dan pasal 34 UUD 1945, yang menegaskan bahwa Negara turut aktif dan bertanggung jawab atas perekonomian Negara dan kesejahteraan rakyat.
b. Pada bagian penjelasan umum tentang pokok – pokok pikiran dalam pembuakaan juga dinyatakan perlunya turut serta dalam kesejahteraan rakyat.
Proses penegakan hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang terdiri dari : kepolisian, kejaksaan, komisi pemberantasan korupsi, badan peradilan (mahkamah agung, mahkamah konstitusi, pengadilan negri, pengadilan tinggi).
1.          Kepolisian
 fungsinya memelihara keamanan dalam negeri. Yang memiliki tugas pokok yaitu:
a)      Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
b)      Menegakan Hukum.
c)      Memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat.

wewenang kepolisian adalah sebagai berikut:
a)      Mengawasi aliran yang menimbulkan perpecahan dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
b)      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
c)      Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.
d)     Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat.
e)      Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya.
f)       Memberikan izin melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam.

2.         Kejaksaan
wewenang dan tugas kejaksaan adalah sebagai berikut:
Melakukan penuntutan
a)      Melaksanakan penetapan hakim dan putusa pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b)      melakukan pengawasan tehadap pelaksanaan putusan pidana masyarakat, putusan pidana pengawasan, dan keputusa lepas bersyarat.
c)       Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.
d)     Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan dan dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

3.         KPK ( komisi Pemberantasn Korupsi)

             KPK di tetapkan dengan UU no 20 tahun 2002 dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi.
Tugas KPK adalah sebagai berikut:
 
a)      berkoordinasi dengan instansi lain yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
b)      Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c)      Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
d)      Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
e)       Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.
wewenang KPK adalah sebagai berikut:

a)      Melakukan pengawasan, penelitian, penelaahan, terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenang dengan pemberantasan tindak korupsi.
b)       Mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan.
c)       Menetapkan system pelaporan dalam kegiatan pemberantasan korupsi.
d)      Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
e)      hanya menangani perkara korupsi yang terjadi setelah 27 Desember 2002.
f)       peradilan tindak pidana korupsi tidak bisa berjalan dengan landasan hukum UU KPK.

4.         Badan peradilan
a.       Mahkamah Agung (MA) merupakan puncak kekuasaan kehakiman di Indonesia. MA mempunyai kewenangan:
    
a)      Mengadili pada tingkat kasai terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh peradilan.
b)      Menguji peraturan perundang- undangan di bawah undang-undang terhadap Undang-undang
c)      Kewnangan lain yang ditentukan undang-undang.

b.      Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga peradilan pada tignkat pertama dan terakhir. MA mempunyai kewenangan:

a)      Menguji undang-undang terhadap UUD 1945
b)      Memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945
c)       Memutuskan pembubaran parpol
d)      Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum

c.        Peradilan Tinggi dan Negeri merupakan peradilan umum di tingkat provinsi dan kabupaten. Fungsi kedua peradilan tersebut adalah menyelenggarakan peradilan baik pidana dan perdata di tingkat kabupaten, dan tingkat banding di peradilan tinggi. Pasal 57 UU No. 8 tahun 2004 menetapkan agar peradilan memberikan prioritas peradilan terhadap tindak korupsi, terorisme, narkotika atau psikotropika pencucian uang, dan selanjutnya, tindak pidana.











BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan itulah yang sering diistilahkan dengan Rule of Law. Berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of Law adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal. Setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara mendasarkan pada Rule of Law.
Rule Of Law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap rasa keadilan bagi rakyat Indonesia dan juga keadilan social sehingga diatur pada pembukaan undang-undang dasar 1945, bersifat tetap dan intruksi bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule Of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial .
B.     SARAN
Kami menyadari bawasannya kami hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah SWT hingga dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstuktif akan senantiasa kami terima. Kami berharap, dengan adanya makalah ini pembaca akan mampu mengetahui penegak hukum (Rule Of Law ).





DAFTAR PUSTAKA

Widodo,  SRI., dkk. 2011.pendidikan pancasila dan kewarganegaraan.UMC presshttp://rahayukusumapratiwi.blogspot.com/2012/11/makalah-pendidikan-kewarganegaraan-rule.html (Diunduh tanggal 2 Januari 2013)
Kaelan. 2007. “Pendidikan Kewarganegaraan”. Paradigma. Jogjakarta
Herdiawanto, Hery.”Pendidikan Kewarganegaraan”.Erlangga.Jakarta