Senin, 29 September 2014

Rule Of Law

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Rule Of Law
Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan itulah yang sering diistilahkan dengan Rule of Law. Berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of Law adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal. Setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara mendasarkan pada Rule of Law. Dalam hubungan ini Pengertian Rule of Law berdasarkan substansi atau isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara.
Negara hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechsstaat atau Rule Of Law. Rechsstaat atau Rule Of Law itu sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan yuridis dari gagasan konstitusionalisme. Oleh karena itu, konstitusi dan negara hukum merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan
Sebagai Negara hukum, Indonesia perlu memperjelas upaya-upaya peminjaman hak-hak warga negaranya melalui system yang tertata rapi. Sistem penegak hukum perlu dibuat agar kekuatan hukum bukan berada pada orang tapi pada institusi. Upaya penerapan penegakan hukum di Indonesia perlu dibenahi sehingga dapat menjangkau seluruh kalangan, tanpa pandangan bulu.
Secara historis, penegakan hukum atau rule of law merupakan suatu doktrin dalam hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahirannya Negara yang berdasarkan hukum ( konstitusi ) dan demokrasi.kehadiran rule of law boleh disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap Negara absolute (kekuasaan di tangan penguasa) yang telah berkembang sebelumnya.
Friedman ( 1959 ) membedakan rule of law menjadi dua yaitu :
Pertama, pengertian seacra formal ( in the formal sence ) dan pengertian secara hakiki/materil ( ideology sence ). Secara formal rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power ), hal ini dapat diartikan bahwa setiap negara mempunyai aparat penegak hukum. Sedangkan secara hakiki, rule of law terkait dengan penegak hukum yang menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk ( Just and unjust law ). Rule of law merupakan suatu legalisme yang mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui perbuatan system peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
Sedangkan menurut Albert Venn Dicey dalam bukunya “Introduction to the Law of the Conctitution” memperkenalkan istilah Rule of Law secara sederhana. Rule of Law diartikan sebagai suatu keteraturan hukum. Menurut Dicey, terdapat tiga unsur yang fundamental dalam Rule of Law yaitu :
1.  Supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan yang sewenag-wenang dalam arti seseorang hanya boleh dihukum jika memang melanggar hukum.
2.  Kedudukan yang sama di muka hukum, hal ini berlaku baik bagi masyarakat biasa maupun pejabat negara.
3.  Terjamin hak-hak asasi manusianya oleh UU serta Keputusan-Keputusan UU.







B.        Prinsip-Prinsip Rule Of Law

Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa jikalau dalam hubungan dengan negara hanya berdasarkan prinsip tersebut, maka negara terbatas dalam pengertian negara hukum formal, yaitu negara tidak bersifat proaktif melainkan pasif. Sikap negara yang demikian ini dikarenakan negara hanya menjalankan dan taat pada apa yang termaktub dalam konstitusi semata. Dengan kata lain negara tidak hanya sebagai “penjaga malam” (nachtwachterstaat). Dalam pengertian seperti ini seakan-akan negara tidak berurusan dengan kesejahteraan rakyat. Setelah pertengahan abad ke-20 mulai bergeser, bahawa negara harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu negara tidak hanya sebagai “penjaga malam” saja, melainkan harus aktif melaksanakan upaya-upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan cara mengatur kehidupan sosial ekonomi.
      Gagasan baru inilah yang kemudian dikenal dengan welvaartstaat, verzorgingsstaat, welfare state, social service state, atau “negara hukum materal”. Perkembangan baru inilah yang kemudian menjadi raison d’etre untuk melakukan revisi atau bahkan melengkapi pemikiran Dicey tentang negara hukum formal.
      Dalam hubungan negara hukum ini organisasi pakar hukum Internasional, International Comission of Jurists (ICJ), secara intens melakukan kajian terhadap konsep negara hukum dan unsur-unsur esensial yang terkandung di dalamnya. Dalam beberapa kali pertemuan ICJ di berbagai negara seperti di Athena (1995), di New Delhi (1956),di Amerika Serikat (1957), di Rio de Jainero (1962), dan Bangkok (1965), dihasilkan paradigma baru tentang negara hukum. Dalam hubungan ini kelihatan ada semangat bersama bahwa konsep negara hukum adalah sangat penting, yang menurut Wade disebut sebagai rule of law is a phenomenon of free society and the mark of it. ICJ dalam kapasitasnya sebagai forum intelektual, juga menyadari bahwa yang terpenting lagi adalah bagaiman konsep rule of law dapat diimplementasikan sesuai perkembangan kehidupan dalam masyarakat.
      Secara praktis, pertemuan ICJ di Bangkok tahun 1965 semakin menguatkan posisi rule of law dalam kehidupan bernegara. Selain itu, melalui pertemuan tersebut telah digariskan bahwa di samping hak-hak politik bagi rakyat harus diakui pula adanya hak-hak sosial-ekonomi, sehingga perlu dibentuk standar-standar sosial ekonomi. Komisi ini merumuskan syarat-syarat pemerintahan yang demokratis dibawah rule of law yang dinamis, yaitu: (1) perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individual, konstitusi harus pula menentukan teknis prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin; (2) lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak; (3) pemilihan umum yang bebas; (4) kebebasan menyatakan pendapat; (5) kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi; dan (6) pendidikan kewarganegaraan (Azhary, 1995: 59).
      Gambaran ini mengukuhkan negara hukum sebagai walfare state, karena sebenarnya mustahil mewujudkan cita-cita rule of law sementara posisi dan peran negara sangat minimal dan lemah. Atas dasar inilah kemudian negara diberi kekuasaan dan kemerdekaan bertindak atas dasar inisiatif parlemen. Negara dalam hal ini pemerintah memiliki fries ermessen atau poivoir discretionnare, yaitu kemerdekaan yang dimiliki pemerintah untuk turut serta dalam kehidupan sosial ekonomi dan keleluasaan untuk tidak terlalu terikat pada produk legislasi parlemen. Dalam gagasan walfare state ternyata negara memiliki wewenang yang relatif lebih besar, ketimbang format negara yang hanya bersifat negara hukum formal saja. Selain itu dalam welfare state yang terpenting adalah negara semakin otonom untuk mengatur dan mengarhkan fungsi dan peran negara bagi kesejahteraan hidup masyarakat. Kecuali itu, sejalan dengan konsep negara hukum, baik rechtsstaat maupun rule of law, pada prinsipnya memiliki kesamaan fundamental serta saling mengisi. Dalam prinsip negara ini unsur penting pengakuan adanya pembatasan kekuasaan yang dilakukan secara konstitusional. Oleh karena itu, terlepas dari adanya pemikiran dan praktek konsep negara hukum yang berbeda, konsep negar hukum dan rule of law adalah suatu realitas dari cita-cita sebuah negara bangsa, termasuk negara Indonesia.
      Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu sebagai berikut :
a.       Negara Indonesia adalah Negara hukum (pasal 1 ayat 3)
b.      Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan peradilan (pasal 24 ayat 1)
c.       Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hokum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1)
d.      Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat sepuluh pasal antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1)
e.       Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
        (pasal 28 D ayat 2)
C.    Fungsi Rule Of Law
                  Fungsi Rule Of Law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap rasa keadilan bagi rakyat Indonesia dan juga keadilan social sehingga diatur pada pembukaan undang-undang dasar 1945, bersifat tetap dan intruksi bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule Of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial . prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi negara.
                 
D.    Dinamika Pelaksanaan Rule Of Law
Pelaksanaan Rule Of Law mengandung keinginan untuk terciptanya Negara hukum , yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan Rule Of Lawharus diartikan secara hakiki ( materil ) yaitu dalam arti pelaksanaan dari just law. Prinsip – prinsip Rule Of Lawsecara hakiki sangat erat kaitannya dengan “the enofercement of the rules of law “ dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip – prinsip rule of law.
Secara kuantatif, peraturan perundang – undangan yang terkait dengan Rule of Law telah banyak dihasilkan di Negara kita, namun implementtasi / penegakannya belum mencapai hasil yang optimal.sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan Rule of Law belum dirasakan sebagian masyarakat.
Dasar pijakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum sekarang ini tertuang dengan jelas pada pasal 1 ayat ( 3 ) UU 1945 Perubahan Ketiga, yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah Negara hukum “. Dimasukkanya ketentuan ini ke dalam pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat Negara, bahwa Negara Indonesia adalah dan harus merupakan Negara hukum.
Dasar lain yang dapat dijadikan landasan bahwa indoanesia adalah Negara hukum dalam arti materiil terdapat dalam pasal – pasal UUD 1945, sebagai berikut.
a. Pada Perekonomian Negara dan kesejahteraan sosial Pasal 33 dan pasal 34 UUD 1945, yang menegaskan bahwa Negara turut aktif dan bertanggung jawab atas perekonomian Negara dan kesejahteraan rakyat.
b. Pada bagian penjelasan umum tentang pokok – pokok pikiran dalam pembuakaan juga dinyatakan perlunya turut serta dalam kesejahteraan rakyat.
Proses penegakan hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang terdiri dari : kepolisian, kejaksaan, komisi pemberantasan korupsi, badan peradilan (mahkamah agung, mahkamah konstitusi, pengadilan negri, pengadilan tinggi).
1.          Kepolisian
 fungsinya memelihara keamanan dalam negeri. Yang memiliki tugas pokok yaitu:
a)      Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
b)      Menegakan Hukum.
c)      Memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat.

wewenang kepolisian adalah sebagai berikut:
a)      Mengawasi aliran yang menimbulkan perpecahan dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
b)      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
c)      Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.
d)     Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat.
e)      Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya.
f)       Memberikan izin melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam.

2.         Kejaksaan
wewenang dan tugas kejaksaan adalah sebagai berikut:
Melakukan penuntutan
a)      Melaksanakan penetapan hakim dan putusa pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b)      melakukan pengawasan tehadap pelaksanaan putusan pidana masyarakat, putusan pidana pengawasan, dan keputusa lepas bersyarat.
c)       Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.
d)     Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan dan dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

3.         KPK ( komisi Pemberantasn Korupsi)

             KPK di tetapkan dengan UU no 20 tahun 2002 dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi.
Tugas KPK adalah sebagai berikut:
 
a)      berkoordinasi dengan instansi lain yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
b)      Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c)      Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
d)      Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
e)       Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.
wewenang KPK adalah sebagai berikut:

a)      Melakukan pengawasan, penelitian, penelaahan, terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenang dengan pemberantasan tindak korupsi.
b)       Mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan.
c)       Menetapkan system pelaporan dalam kegiatan pemberantasan korupsi.
d)      Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
e)      hanya menangani perkara korupsi yang terjadi setelah 27 Desember 2002.
f)       peradilan tindak pidana korupsi tidak bisa berjalan dengan landasan hukum UU KPK.

4.         Badan peradilan
a.       Mahkamah Agung (MA) merupakan puncak kekuasaan kehakiman di Indonesia. MA mempunyai kewenangan:
    
a)      Mengadili pada tingkat kasai terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh peradilan.
b)      Menguji peraturan perundang- undangan di bawah undang-undang terhadap Undang-undang
c)      Kewnangan lain yang ditentukan undang-undang.

b.      Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga peradilan pada tignkat pertama dan terakhir. MA mempunyai kewenangan:

a)      Menguji undang-undang terhadap UUD 1945
b)      Memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945
c)       Memutuskan pembubaran parpol
d)      Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum

c.        Peradilan Tinggi dan Negeri merupakan peradilan umum di tingkat provinsi dan kabupaten. Fungsi kedua peradilan tersebut adalah menyelenggarakan peradilan baik pidana dan perdata di tingkat kabupaten, dan tingkat banding di peradilan tinggi. Pasal 57 UU No. 8 tahun 2004 menetapkan agar peradilan memberikan prioritas peradilan terhadap tindak korupsi, terorisme, narkotika atau psikotropika pencucian uang, dan selanjutnya, tindak pidana.











BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan itulah yang sering diistilahkan dengan Rule of Law. Berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of Law adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal. Setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara mendasarkan pada Rule of Law.
Rule Of Law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap rasa keadilan bagi rakyat Indonesia dan juga keadilan social sehingga diatur pada pembukaan undang-undang dasar 1945, bersifat tetap dan intruksi bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule Of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial .
B.     SARAN
Kami menyadari bawasannya kami hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah SWT hingga dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstuktif akan senantiasa kami terima. Kami berharap, dengan adanya makalah ini pembaca akan mampu mengetahui penegak hukum (Rule Of Law ).





DAFTAR PUSTAKA

Widodo,  SRI., dkk. 2011.pendidikan pancasila dan kewarganegaraan.UMC presshttp://rahayukusumapratiwi.blogspot.com/2012/11/makalah-pendidikan-kewarganegaraan-rule.html (Diunduh tanggal 2 Januari 2013)
Kaelan. 2007. “Pendidikan Kewarganegaraan”. Paradigma. Jogjakarta
Herdiawanto, Hery.”Pendidikan Kewarganegaraan”.Erlangga.Jakarta
                                  

1 komentar: