BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ETIKA POLITIK
1. Pengertian Etika
Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia yang
dilakukan dengan sadar dilihat dari sudut baik buruknya. Etika membicarakan seluruh kepribadian baik hati nurani, ucapan dan
perbuatan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.
Sebagai cabang filsafat yang membicarakan
tingkah laku manusia, etika memberikan standar atau penilaian terhadap tingkah laku
manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, etika dapat diklasifikasikan kedalam
empat golongan, yaitu:
a.
Etika deskriptif ialah etika yang hanya menerangkan apa adanya tanpa memberikan penilaian.
b.
Etika normative ialah etika yang mengemukakan suatu penilaian mana yang baik dan mana yang
buruk, dan apa yang sebagainya dilakukan oleh seseorang.
c.
Etika individual ialah etika yang objeknya tingkah laku manusia sebagai makhluk individu.
Misalnya berkaitan dengan tujuan hidup manusia.
d.
Etika social ialah etika yang membicarakan tingkah laku dan perbuatan manusia dengan
hubungannya dengan orang lain. Misalnnya dalam keluarga, masyarakat, Negara dan
sebagainya.
Kempat
klasifikasi tersebut, menegaskan bahwa etika berkaitan dengan masalah nilai.
Hal ini dikarenakan etika pada hakekatnya membicarakan masalah-masalah yang
berkaitan dengan predikat nilai yaitu susila dan asusila, baik dan buruk.
2. Pengertian Politik
Pengertian politik berasal dari kosakata politics, yang memiliki makna bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut proses
penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu.
Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik maka secara operasional
bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara (
state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making),
kebijaksanaan (policy), pembagian (distribution), serta alokasi (allocation).
Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik
lebih banyak berkaitan dengan para pelaksana pemerintahan negara, lembaga-lembaga
tinggi negara, kalangan aktivis politik serta para pejabat serta birokrat dalam
pelaksanaan dan penyelengaraan negara. Pengertian politik yang lebih luas,
yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang
disebut masyarakat negara.
3. Pengertian
Nilai, moral dan norma
Nila, moral, dan norma merupakan konsep yang
saling berkaitan. Ketiga konsep ini saling terkait dalam memahami pancasila
sebagai etika politik.
a.
Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah,
memperkaya batin, dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai
bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku
manusia.
Disamping teori nilai diatas, Prov. Notonegoro membagi
nilai dalam tiga kategori, yaitu:
1)
Nilai Material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.
2)
Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
melakukan aktifitas.
3)
Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian dapat dirinci menjai empat macam, yaitu:
a)
nilai kebenaran, yaitu bersumber kepada unsur rasio manusia, budi, dan
cipta.
b)
Nilai keindahan, yaitu bersumber pada unsur rasa atau intuisi.
c)
Nilai moral, yaitu bersumber pada unsur kehendak anusia atau kemauan.
d)
Nilai religi, yaitu bersumber pada nilai ketuhanan, merupakan nilai
kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada keyakinan dan keimanan manusia terhadap tuhan.
b.
Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) = Kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang
hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar,
baik, terpuji, dan mulia.
c.
Norma
Norma adalah
petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalm kehidupan sehari-hari
berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya merupakan perwujudan marabat
manusia sebagai mahluk budaya, sosial, moral, dan religi. Norma merupakan suatu
kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk di patuhi.
Oleh karena itu, norma dalam perwunudannya dapat berupa norma agama, norma
filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki
kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang
dikenal dengan sanksi, misalnya:
1)
Norma agama, dengan sanksinya dari tuhan.
2)
Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri
sendiri.
3)
Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan
masyarakat.
4)
Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau denda yang dipaksakan
oleh Alat negara.
4. Pengertian
Etika Politik
Etika, atau filsafat moral mempunyai tujuan
menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etika politik yang demikian, memiliki
tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan mana yang jelek.
Apabila suatu politik sudah mengarah pada kepentingan umum atau negara, itu
etika politik yang baik, sedangkan apabila suatu politik sudah mengarah pada
kepentingan pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik yang buruk. Fungsi
etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoretis,
untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung
jawab. Jadi,tidak berdasarkan emosi, prasangka, dan apriori, melainkan secara
rasional, objektif, dan argumentatif.
Tugas etika politik membantu agar pembahasan
masalah-masalah ideologis dapata dijalankan secara objektif. Etika politik
dapat memberikan patokan orientasi dan pegangan normatif bagi mereka yang
memang mau menilai kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan tolak ukur
matabat manusia atau mempertanyakan legitimasi moral sebagai keputusan politik.
Suatu keputusan bersifat politis apabila diambil dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Etika politik bangsa Indonesia
dibangun melalui karakteristik masyarakat yang berdasarkan Pancasila sehingga
amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur dalam
aturan secara legal formal. Karena itu, etika politik lebih bersifat
konvensi dan berupa aturan-aturan moral. Akibat luasnya cakupan etika politik
itulah maka seringkali keberadaannya bersifat sangat longgar, dan mudah
diabaikan tanpa rasa malu dan bersalah. Ditunjang dengan alam kompetisi untuk
meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis (uang) yang begitu kuat, rasa malu
dan merasa bersalah bisa dengan mudah diabaikan. Akibatnya, pudarnya nilai-nilai
etis yang sudah ada dan tidak berkembangnya nilai-nilai tersebut sesuai dengan
moralitas publik.
Prinsi-prinsip etika politik yang
menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu negara adalah adanya cita-cita the rue of law, partisipasi demokratis
masyarakat, jaminan hak-hak asasi manusia menurut kekhasan paham kemanusiaan
dan struktur sosial budaya masyarakat masing-masing dan keadilan sosial.
Tanpa disadari, nilai etis politik bangsa Indonesia cenderung mengarah
pada kompetisi yang mengabaikan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik
setara dengan sejumlah uang. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si
pejabat. Itulah mengapa para pengkritik dan budayawan secara prihatin
menyatakan arah etika dalam bidang politik (dan bidang lainnya) sedang
berlarian tunggang-langgang (meminjam Giddens, “run away”) menuju ke arah “jual-beli” menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai
dengan uang.
Namun demikian, perlu
dibedakan antara etika politik dengan moralitas politisi. Moralitas politisi
menyangkut mutu moral negarawan dan politisi secara pribadi (dan memang sangat
diandaikan), misalnya apakah ia korup atau tidak (di sini tidak dibahas).
B. Nilai-nilai Pancasila sebagai Sistem Etika Politik
Sebagaimana
diungkapkan sebelumnya, bahwa pancasila merupakan dasar etika politik bagi
bangsa Indonesia. Hal ini mengandung pengertian, nilai-nilai yang terkandung
dalam setiap sila.
Pancasila menjadi sumber etika politik yang harus selalu mewarnai
dan diamalkan dalam kehidupan politik bangsa indonesia baik oleh rakyat
ataupun penguasa. Oleh karena
itu dapat dikatakan kehidupan politik meliputi berbagai aktifitas politik
dinilai etis, jika selalu berpijak kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan
indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan atau perwakilan serta selalu ditujukan untuk mencapai keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu
dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku dan dilaksanakan berdasarkan
prinsip–prinsip moral (legitimasi
moral). Jadi pancasila merupakan tolok ukur moralitas suatu penggunaan
kekuasaan dan penegakan hukum.
1.
Ketuhanan yang maha esa
Ketuhanan
berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa berarti Maha
Tunggal, tidak ada sekutu dalam zat-Nya, sifat- Nya dan perbuatan-Nya. Atas
keyakinan demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang
Maha Esa, negara memberikan jaminan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya
untuk beribadat dan beragama. Bagi semua warga tanpa kecuali tidak boleh ada
sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti keagamaan.
Hal
ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi : “ negara
berdasar atas ketuhanan yang maha esa” dan “ negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamnya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaan itu”.
Pernyataan tersebut secara normatif
merupakan artikulasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Akan tetapi, harus diingat, pernyataan tersebut bukan sebuah
penegasan bahwa Indonesia adalah negara Teokrasi
yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara berdasarkan
legitimasi religius, dimana kekuasaan kepala negara bersifat absolut atau
mutlak. Dengan demikian sila pertama merupakan legitimasi moral religius bagi
bangsa Indonesia.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Kemanusiaan
berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dan memiliki potensi
pikir, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal nuraninya manusia menyadari
nilai-nilai dan norma-norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai
dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab kata pokoknya adalah adab, sinonim
dengan sopan, berbudi luhur dan susila. Beradab artinya berbudi luhur,
berkesopanan, dan bersusila. Hakikatnya terkandung dalam pembukaan UUD 1945
alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan prikemanusiaan dan prikeadilan …”. Selanjutnya dijabarkan dalam batang
tubuh UUD 1945.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mempunyai
keterkaitan sangat erat dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua sila
tersebut memberikan legitimasi moral religius (sila Ketuhanan Yang Maha Esa)
dan legitimas moral kemanusiaan (sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab) dalam
kehidupan dan proses penyelenggaraan negara, sehingga Indonesia terjerumus
kedalam negara kekuasaan (machtsstaats).
3.
Persatuan Indonesia
Persatuan
berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung
pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang berabeka ragam menjadi satu
kebulatan. Sila Persatuan Indonesia memberikan suatu penegasan bahwa negara Indonesia
merupakan suatu kesatuan dalam hal Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya
dan keamanan. Proses penyelenggaraan negara harus selalu didasari oleh asas
persatuan, dimana setiap kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa tidak
ditujukan untuk memecah belah bangsa, tetapi untuk memperkokoh persatuan dan
kesatuan bangsa. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945
alinea keempat, yang berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia …”. Selanjutnya lihat batang tubuh UUD 1945.
Persatuan Indonesia merupakan
perwujudan paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa
dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Oleh karena itu paham kebangsaan
Indonesia bukanlah paham kebangsaan yang sempit (chauvinistis), tetapi paham
kebangsaan yang selalu menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi
paham golongan,suku bangsa serta keturunan.
4.
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan juga merupakan sumber
etika politik bagi bangsa Indonesia. Sila ini menegaskan bahwa negara berasal
dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan diarahkan senantiasa untuk
rakyat. Sila
ini bermaksud bahwa Indonesia menganut system demokrasi, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada
ditangan rakyat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas
kekuasaannya ikut dalam pengambilan keputusan-keputusan. Sebagaimana dinyatakan
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu, “… maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat …”. Selanjutnya lihat dalam
pokok pasal-pasal UUD 1945.
Dengan demikian, aktivitas politik
praktis yang menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta
konsep pengambilan keputusan, pengawasan dan partisipasi harus berdasarkan
legitimasi dari rakyat.
5.
Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Indonesia
Keadilan social berarti keadilan yang
berlaku dalam masyarakat disegala bidang kehidupan, baik materil maupun
spiritual. Seluruh rakyat berarti semua warga Negara Indonesia baik yang
tinggal didalam negeri maupun yang di luar negeri. Hakikat keadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia dinyatakan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945,
yaitu “Dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia … Negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
Indonesia merupakan negara hukum
yang selalu menjunjung tinggi aspek keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan
tujuan dalm kehidupan negara, yang menunjukkan setiap warga negara Indonesia
mendapatkan perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan
kebudayaan. Oleh karena itu, untuk mencapai aspek keadilan tersebut, kehidupan
dan penyelenggaraan negara harus senantiasa berdasarkan hukum yang berlaku.
Penyelenggaraan terhadap prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan
akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan negara, yang bisa
mengakibatkan hancurnya tatanan hidup kenegaraan serta terpecahnya persatuan
dan kesatuan bangsa. Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
harus dijadikan patokan bagi setiap penyelenggara negara dan rakyat Indonesia.
Nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan,
sehingga pada akhirnya akan terbentu suatu pemerintahan yang etis serta rakyat
yang bermoral pula.
C. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
1. Pengertian
Ideologi
Ideologi adalah seperangkat ide asasi
tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita
hidup. Ideologi terbagi dua yaitu ideologi secara fungsional dan ideologi
secara struktural. Ideologi secara fungsional adalah seperangkat gagasan
tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap
paling baik.
Ideologi secara fungsional terbagi
menjadi dua yaitu ideologi yang doktoriner dan ideologi yang pragmatis.
Ideologi doktoriner yaitu ajaran-ajaran yang terkandung di dalam ideologi yang
dirumuskan secara sistematis dan pelaksananya diawasi secara ketat oleh aparat
partai atau aparat pemerintahan, contohnya adalah komunisme. Sedangkan ideologi
pragmatis yaitu ajaran-ajaran yang terkandung di dalam ideologi tersebut
tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci.
Ideologi itu disosialisasikan secara
fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi,
kehidupan agama, dan sistem politik. Jadi, ideologi adalah kumpulan
gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan sistematis,
yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia.
2. Pancasila
Sebagai Ideologi Negara
Kita
mengenal istilah berbagai ideologi, seperti ideologi negara, ideologi bangsa,
dan ideologi nasional. Ideologi negara khusus dikaitkan dengan pengaturan
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Sedangkan ideologi nasional mencakup ideologi negara dan ideologi yang
berhubungan dengan pandangan hidup bangsa. Bagi bangsa Indonesia, ideologi
nasionalnya tercermin dan tekandung dalam pembukaan UUD 1945.
Dalam alenia
pertama pembukaan UUD 1945, terkandung motivasi, dasar, dan pembenaran
perjuangan (kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan bertentangan
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan). Alenia kedua mengandung cita-cita
bangsa Indonesia (Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur).
Alenia ketiga memuat petunjuk atau tekad pelaksanaanya (menyatakan kemerdekaan
atas berkat rahmat allah yang maha kuasa ). Alenia keempat memuat tugas negara
atau tujuan nasional, penyusunan undang-undang dasar, bentuk susunan negara
yang berkedaulatan rakyat dan dasar negara pancasila.
Pancasila
sebagai ideologi ialah perumusan suatu pola pikir berupa sistem dari pada ide
(cita-cita atau angan atau paham), kepercayaan dan sikap yang menjadi dasar
suatu masyarakat atau bangsa tertentu dalam menginterprestasikan hidup. Suatu
sistem tata nilai yang tumbuh dari pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa berkaitan dengan
filsafat hidup bagi suatu bangsa yang berkaitan dengan falsafah hidup pada
suatu bangsa yang menyangkut sistem nilai yang dalam kehidupan sehari-hari
tampil dalam bentuk norma-norma dasar. Dalam pancasila tercantum berbagai gagasan
dasar dan tatanan yang kita anggap baik dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Ini berarti bahwa dasar-dasar Pancasila sudah mulai kita letakan
lebih teratur dan kuat dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan politik ini
berarti pula mengharuskan kita semua untuk mengamalkan pancasila.
Ideologi
yang bersumber dari suatu pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa
merupakan suatu ideologi yang baik atau sempurna, jika tumbuh melaui kurun
waktu yang panjang. Ideologi yang baik
itu ideologi yang terbuka bagi pandangan filsafat. Jadi pancasila itu tidak
hanya sebagai pandangan hidup dan ideologi bangsa, melainkan sebagai filsafat
bangsa. Jelaslah bahwa pacasila itu berhubungan antara sumber dengan
pertumbuhan dalam filsafat dan ideologi negara.
D. Makna Ideologi bagi Negara
Pancasila
sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, yaitu
cara berfikir dan cara kerja perjuangan. Sebagai dasar negara, pancasila perlu
dipahami dengan latar belakang konstitusi proklamasi atau hukum dasar kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, yaitu pembukaan, batang tubuh, serta
penjelasan UUD 1945. Pancasila bersifat integralistik yaitu paham tentang
hakikat negara yang dilandasi dengan konsep kehidupan bernegara. Untuk memahami
konsep pancasila yang bersifat integralistik, terlebih dahulu kita harus
melihat beberapa teori yaitu:
1.
Teori perseorangan (individualistik)
Menurut
teori ini negara adalah masyarakat hukum (legal
society) yang disusun atas kontrak antara seluruh orang dalam masyarakat
itu (social contrac). Hal ini
mempunyai pengertian, bahwa negara dipandang sebagai organisasi persatuan
pergaulan hidup manusia yang tertinggi.
Manusia sebagai individu bebas dan merdeka tidak ada yang di bawah orang
lain, semua dalam kedudukan dan taraf yang sama.
2.
Teori golongan ( class theory)
Negara
dipergunakan sebagai alat untuk mereka yang kuat untuk menindas golongan
ekonomi yang lemah, yang dimaksud golongan ekonomi yang kuat adalah mereka yang
memiliki alat-alat produksi. Negara akan lenyap dengan sendirinya apabila dalam
masyarakat tidak ada lagi perbedaan kelas dipertentangan ekonomi.
3.
Teori kebersamaan (integralistik)
Dari segi
integritas antara pemerintah dan rakyat, negara memiliki penghidupan dan
kesejahteraan bangsa seluruhnya, negara menyatu dengan rakyat dan tidak memihak
pada salah satu golongan dan tidak pula menganggap kepentingan pribadi yang
lebih diutamakan, melainkan kepentingan dan keselamatan bangsa serta negara
sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Teori ini mengemukakan bahwa negara adalah
suatu susunan masyarakat yang integral diantara semua golongan dan semua bagian
anggota masyarakat. Persatuan masyarakat itu merupakan persatuan masyarakat yang
organis. Pancasila itu bersifat integralistik karena:
a.
Mengandung semangat kekeluargaan dan
kebersamaan.
b.
Adanya semangat kerjasma atau gotong
royong.
c.
Memelihara kesatuan dan persatuan,
dan
d.
Mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehidupan politik rakyat indonesia
selalu didasari oleh nilai-nilai Pancasila. Pancasila merupakan landasan dan
tujuan kehidupan politik bangsa kita. Berkaitan dengan hal tersebut , proses
pembangunan politik yang sedang berlangsung dinegara kita sekarang ini harus diarahkan
pada proses implementasi sistem politik demokrasi pancasila yang handal, yaitu
sistem politik yang tidak hanya kuat tetapi juga memilki kualitas kemandirian
yang tinggi yang memungkinkannya untuk membangun atau menggembangkan dirinya
secara terus menerus sesuai dengan tuntutan aspirasi masyarakatnya dan
perubahan zaman. Dengan demikian, sistem politik demokrasi pancasila akan terus
berkembang bersamaan dengan perkembangan jati dirinya, sehingga
senantiasa mempertahankan, memelihara dan memperkuat relevansinya dalam
kehidupan politik. Nilai-nilainya bukan saja dihayati dan dibudayakan, tetapi
diamalkan dalam kehidupan politik bangsa dan negara kita yang terus berkembang.
Oleh karena itu, secara langsung pancasila telah dijadikan etika politik seluruh
komponen bangsa dan negara indonesia.
B. Saran
Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam
sehingga dalam kehidupan bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan
adanya kesinambungan usaha pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti dan mentaati peraturan yang
ditetapkan karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh kondisi
pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan rakyat sebagai bagian terpenting
dari terbentuknya suatu negara. Sehingga dapat dikatakan sebagai sistem etika
politik serta ideologi suatu negara bisa
berjalan dengan semaksimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Alhaj, S.
dan Patria U.S. 1999. Pendidikan
Pancasila. Jakarta: Universitas Terbuka.
Komalasari,
Koko. 2002. Pendidikan Pancasila. Surabaya: Lentera Cendekia.
Setia, E .2005. Panduan Kuliah Pendidikan Pancasila. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.